Sipayung
Silsilah Sipayung
Tarombo Silahi Sabungan di Huta
Silalahi , Pakpak–Dairi , mengurai bahwa Silahi Sabungan memiliki keturunan
yang disebut “Siualu Turpuk“, yaitu : Lohoraja, Tungkirraja,
Sondiraja,Butarraja, Dabaribaraja, Debangraja, Baturaja, Tambunraja. Sibagasan
adalah anak dariTungkirraja yang kemudian keturunannya memakai marga Situngkir.
Keturunan Situngkir kemudian memakai marga lain sebagai marga keturunannya,
yaitu : Sipangkar dan Sipayung.
Pada perkembangannya, keturunan
Sipayung di Silalahi, Pakpak-Dairi, kemudian menyebar ke Samosir, Simalungun
dan Tanah Karo (Sumatera Timur). Secara goegrafis, huta Silalahi Pakpak
Dairi
memang berbatasan dengan Kerajaan Purba di Simalungun.
Pada Kerajaan Purba Simalungun
yang kemudian mengangkat margaSipayung sebagai Panglima Goraha ( kepala pasukan
kerajaan ) di kerajaan Purba karena kesaktiaanya. Sang Panglima kemudian
dikawinkan dengan parboruon Kerajaan sehingga Sipayung menjadi Boru di Kerajaan
Purba. Dari kisah ini kemudian kehadiran margaSipayung di Kerajaan Purba diakui
dan dianggap sebagai bagian dari Kerajaaan
Kisah lain dari Simalungun, marga
Sipayung kemudian mengikat perjanjian (padan) dengan marga Sinaga. Sehingga
antara marga Sinagadan Sipayung merupakan satu kesatuan dan diharamkan untuk
saling kawin-mengawini ( sampai sekarang ini, perjanjian ini masih berlaku
dibeberapa daerah di Simalungun Kahean).
Dengan demikian , sejak kesepakan
perjanjian itu, keberadaan marga Sipayung di Simalungun tidak dipermasalahkan
lagi oleh marga-marga di Simalungun. Keturunan Sipayung telah diterima
Simalungun. Bahkan di daerah Raya Kahean, didapati sebuah perkampungan yang
disebut Huta Payung, dimana kampung tersebut hanya dihuni (mayoritas) marga
Sipayung. Meski secara tarikh tidak ada fakta yang jelas sejak kapan keberadaan
marga Sipayung bermukim disana, yang jelas marga Sipayung sejak lama sudah
eksis di Simalungun. Itu sebabnya, marga Sipayung saat ini juga masih banyak
didapati sebagai tetua-tetua (sesepuh) kampung ataupun adat di Simalungun.
Pada masa eksodusan marga-marga
dari Tapanuli dan Karo di Simalungun, sehingga mengakibatkan pengambilalihan
tanah-tanah rakyat Simalungun oleh para pendatang dan hal ini sudah dianggap
sangat membahayakan masyarakat Simalungun waktu itu. Maka Raja Maropat di Simalungun
(yaitu Raja : Raya, Siantar, Tanohjawa dan Purba) mengadakan Harungguan (rapat
besar empat raja) yang kemudian mengeluarkan ultimatum : “hanya ada empat marga
yang boleh memiliki tanah-tanah di Simalungun”, sedangkan marga-marga lain (
selain : Damanik, Purba, Saragih, Sinaga ) hanya sebagai pemakai atau pengusaha
dan harus tunduk dengat aturan-aturan kerajaan Simalungun. Kondisi ini sempat
mengakibatkan situasi yang mencekam di Simalungun , karena banyak terjadi
pengusiran bahkan pembunuhan suku-suku pendatang di Simalungun.
Kondisi ini sangat berbeda dengan
marga pendatang seperti Sipayung, karena marga Sipayung jauh sebelumnnya telah
diterima dan memiliki perjanjian darah dengan marga Sinaga. Alhasil, banyak
marga-marga keturunan Silahi Sabungan , seperti marga: Sihaloho, Situngkir,
Silalahi dan lain-lain , kemudian mengakuisisi Sipayung dengan mengganti marga
mereka menjadi Sipayung. Itu sebabnya kemudian di Simalungun menjadi suatu
kebiasaan , jika seseorang bertanya ; “Sipayung apa?” , kemudian dijawab : “
Sipayung Silalahi,Sipayung Sihaloho, Sipayung Sinurat , dan sebagainya”.
Demikian halnya di Tanah Karo,
keturunan Silahi Sabungan kemudian berafiliasi dengan marga Sembiring. Sehingga
kemudian ada sebutan marga : Sembiring Sinulaki, Sembiring Keloko, Sembiring
Sinupayung, dan sebagainya.
Bahkan lebih jauh, setelah ikatan
perjanjian darah antara Sipayung dan Sinaga, banyak kemudian terjadi pertukaran
marga karena umumnya beranggapan bahwa marga mereka adalah sama. Marga Sipayung
kemudian mengganti marganya dengan Sinaga dan sebaliknya.
Pasca Revolusi Sosial di
Simalugun (Maret 1946), dimana penguasa di Simalungun (Raja, Tuan) dan
kerajaan-kerajaan di Simalungundibumi hanguskan oleh para pemberontak
(revolusioner) pro kemerdekaan yang menuntut sistem kerajaan (feodalisme)
dihapuskan di Sumatera Timur dan segera menjadikan sistem pemerintahan Negara
Sumatera Timur. Hanya dalam waktu semalam, kebiadaban itu terjadi. Beberapa
kerajaan dan keluarga kerjaaan , Raja dan Tuan-tuan di Simalungun lenyap
diculik dan dibunuh.
Pasca revolusi sosial, kemudian
marga-marga pendatang yang sempat berafiliasi dengan marga-marga Simalungun
kemudian memisahkan diri lagi dan kembali kepada klan marga-marga aslinya.
Demikian halnya dengan marga-marga Sihaloho, Situngkir, Sinurat. Namun tidak
sedikit pula yang tetap mempertahankan marga Sipayung sebagai marga
keturunannya dan sampai sekarang ini keberadaan Sipayung diSimalungun sudah
tidak ada bedanya sebagaimana keberadaan marga Damanik, Purba, Saragih dan
Sinaga di Simalungun.
Oleh karena itu , bukan hal yang
aneh jika saat ini ada marga Sipayung yang menyebutkan bahwa mereka adalah
Sipayung Sihaloho, Sinurat, Situngkir, Silalahi atau sebagainya.
Karena kelamnya masa lalu
tersebut, sehingga marga-marga ini harus mengganti marga mereka. Meski pada
dasarnya mereka adalah satu keturunan, dari Silahi Sabungan.
Hanya saat ini , masih banyak
marga-marga Sipayung belum begitu jelas akan kisah ini sehingga belakangan ini
keturunan Sipayung banyak yang kemudian enggan menerima keberadaan mereka di
parsadaan Silahi Sabungan karena memang mereka telah dilahirkan oleh Simalungun
dan menjadi bagian dari darah-daging Simalungun.
Komentar
Posting Komentar